Pendidikan adalah investasi terbesar suatu negara dalam mewujudkan sumber daya manusia yang unggul. Di Indonesia, hak untuk memperoleh pendidikan dijamin oleh konstitusi.
Kompleksitas kehidupan sering kali menciptakan jurang pemisah antara hak normatif pendidikan dan realitas di lapangan. Faktor-faktor seperti keterbatasan ekonomi, tantangan geografis, keterlambatan usia sekolah, atau tuntutan pekerjaan, membuat banyak individu tidak mampu menyelesaikan pendidikan melalui jalur sekolah formal.

BIONARASI PENULIS
Andika Sutra yang sering disapa Dhika, Dhik, dan yang populer dengan panggilan Andhika CN merupakan salah satu anak muda yang hobi menulis, baik itu puisi cerpen, dan cerita rakyat. Ia adalah putra daerah Nagari Tanjung Lolo yang bercita-cita sebagai seorang dosen. Andika menempuh pendidikan S1 di Universitas Maha Putra Muhammad Yamin Kota Solok dengan Pendidikan Bahasa Indonesia. Saat ini Andika bekerja di SMKN 4 Sijunjung dan juga di PKBM Nurul Ihsan Tanjung Gadang.
Menjawab persoalan ini, Sekolah Kesetaraan hadir sebagai solusi inklusif. Program yang terdiri dari Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA) ini merupakan jalur pendidikan nonformal yang diakui dan dilegalkan oleh negara. Diselenggarakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai “pintu kedua” yang membuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk menuntaskan jenjang pendidikannya tanpa terhalang oleh batasan waktu atau usia.
Salah satu PKBM yang hadir dalam menyetarakan pendidikan adalah PKBM Nurul Ihsan Tanjung Gadang. PKBM ini menjangkau masyarakat yang sempat berhenti menempuh pendidikan di sekolah formal karena berbagai faktor, agar melanjutkan pendidikan di PKBM Nurul Ihsan Tanjung Gadang untuk meraih harapan yang tertunda dan mewujudkan cita-cita yang sempat tenggelam.
Pendidikan kesetaraan memegang peran strategis dalam upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Ia secara khusus melayani kelompok masyarakat yang terpinggirkan dari sistem formal, termasuk mereka yang sudah berkeluarga atau bekerja dan memerlukan fleksibilitas waktu untuk belajar, individu yang karena alasan ekonomi atau sosial terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Dengan menyediakan layanan yang adaptif, pendidikan kesetaraan membantu menekan angka putus sekolah dan buta huruf, sekaligus memastikan tercapainya Wajib Belajar 9 Tahun, dan bahkan 12 Tahun.
Kehadiran PKBM memastikan bahwa keterbatasan masa lalu tidak menghalangi potensi masa depan seseorang. Jadwal pembelajaran di PKBM umumnya tidak kaku. Waktu belajar dapat disesuaikan, seringkali diadakan di luar jam kantor atau secara modular, memungkinkan warga belajar untuk tetap bekerja atau mengurus keluarga sambil mengejar pendidikan.






