Sastra  

CERPEN: Janji di Ujung Doa Maulana

Oleh. Andika Sutra, S.Pd.

Pak Kyai tersenyum bijak. “Keajaiban tidak selalu datang seperti petir yang menyambar, Nak. Kadang ia datang dalam bentuk mata yang melihat ketulusanmu.”

Nasihat itu melekat. Maulana kembali fokus pada pekerjaannya sebagai kuli. Namun, ia tidak sekadar memanggul barang. Ia mulai mengamati konstruksi gerobak yang ia gunakan, memperbaiki porosnya agar lebih efisien, dan bahkan merancang tempat penyimpanan barang di pasar agar lebih tertata.

Ia menggunakan ilmu arsitekturnya di tingkat yang paling mendasar. Beberapa bulan kemudian, tersiar kabar bahwa Bapak Haris, seorang pengusaha sukses yang berasal dari Mekarsari, akan kembali untuk mendanai pembangunan Pusat Kegiatan Masyarakat (PKM) terbesar di desa itu, lengkap dengan ruang pertemuan dan perpustakaan. Bapak Haris menghubungi Pak Kyai Hasan, meminta rekomendasi untuk kepala pelaksana proyek yang jujur dan punya visi.

“Saya punya satu nama, Haris. Dia mungkin sering gagal, tapi dia punya hati sebersih embun dan tekad sekuat baja. Namanya Maulana,” ujar Pak Kyai Hasan.

Baca Juga  Gubernur Mahyeldi Dorong Pengembangan Potensi Wakaf untuk Penggerak Ekonomi Umat

Pak Haris datang menemui Maulana di pasar. Ia tidak melihat seorang kuli panggul, tetapi seorang pemuda yang sedang asyik memperbaiki engsel pintu gudang yang rusak, karyanya sangat rapi. Setelah berbincang dan melihat sketsa-sketsa Maulana di atas tanah, Pak Haris terkejut.

“Maulana, kau punya bakat luar biasa. Kenapa kau menjadi kuli?” tanyanya.

Maulana menceritakan semua rentetan nasib buruknya dengan suara parau namun tegar.

“Nasib burukmu, kegagalan-kegagalanmu, adalah ujian fondasi, Nak,” kata Pak Haris, tersenyum.

“Kau tetap berdiri tegak. Sekarang, aku menunjukmu sebagai manajer konstruksi PKM ini. Aku tidak butuh orang yang beruntung, aku butuh orang yang tahan banting.”

Air mata Maulana jatuh membasahi tanah, bercampur dengan debu pasar. Ini bukan sekadar proyek, ini adalah jawabannya. Keajaiban itu datang bukan dari langit yang membelah, melainkan dari ujian kesabaran yang ia lalui. Kegagalan-kegagalan itu ternyata hanya proses tempaan.

Baca Juga  SASTRA: Cerita Fantasi "Tiga Kue Ajaib"

Maulana berdiri, menatap matahari terbenam di balik sawah. Ia akhirnya mengerti, rezeki dan keajaiban dari Tuhan tidak selalu berupa kemudahan. Sering kali, keajaiban terbesar adalah kekuatan yang ditanamkan Tuhan di dalam jiwa, agar kita mampu bertahan ketika semua hal di luar diri kita runtuh. Ia sudah berhenti menunggu. Ia sudah menjadi keajaiban itu sendiri.***

Tanjung Lolo, 7 Desember 2025

Bionarasi Penulis:

Andika Sutra merupakan pemuda asal Nagari Tanjung Lolo yang bercita-cita menjadi dosen dan memiliki hobi menulis. saat ini Andika bekerja di SMKN 4 Sijunjung dan juga di PKBM Nurul Ihsan Tanjung Gadang. Ia berharap bait demi bait, kalimat demi kalimat yang ia tulis, selalu menjadi inspirasi bagi orang lain.