Telur Pertama Program OVOP Membuka Jendela Masa Depan Warga Tiumang

Di tengah kandang yang ramai, kebahagiaan Sandika hadir. Senyum kecil penuh makna. Telur itu adalah bukti bahwa ketelatenan memberi hasil. Bahwa perhatian kecil yang dilakukan berulang bisa melahirkan harapan. Dan bagi Sandika, telur itu menegaskan satu hal: masa depan masih ada.

“Alhamdulillah, telur pertama ini membawa kebahagiaan kami, memulihkan harapan kami akan sumber penghasilan rutin untuk menghidupi keluarga. Terima kasih kepada Ibu Bupati (Annisa) yang telah memberikan bantuan ini kepada kami,” ungkapnya dengan tulus.

Program OVOP yang digagas Bupati Annisa Suci Ramadhani memang dirancang untuk menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Ayam petelur dipilih karena memiliki siklus produksi cepat dan pasar yang jelas.

Baca Juga  Gempa 5,4 Magnitudo Baru Saja Guncang Banda Aceh

Dengan 100 ekor ayam petelur, Sandika berpotensi menghasilkan sekitar tiga eggtray per hari, bernilai kurang lebih Rp150 ribu per hari, dengan estimasi pendapatan bersih sekitar Rp1,5 juta per bulan—angka yang sangat berarti bagi ekonomi keluarganya.

Pendampingan pun tidak berhenti pada penyerahan bantuan. Wali Nagari Sipangkur, Arief Gumensa, yang juga bergerak di bidang peternakan ayam petelur, aktif mengadvokasi warga. Ia membimbing cara beternak yang baik dan membuka ruang konsultasi.

“Saya merasa sangat bertanggung jawab menyukseskan program OVOP, khususnya peternakan ayam petelur, karena ide ini muncul saat berdiskusi bersama Ibu Bupati,” ujarnya.

Disebut Arif warganya saat ini sudah menerima 1.500 ekor ayam petelur, masing-masing 100 ekor untuk 15 rumah tangga penerima. Ia menyatakan optimismenya akan keberhasilan program ini tidak hanya di Nagari Sipangkur tapi di seluruh Kabupaten Dharmasraya.

Baca Juga  Indonesia Akhirnya Resmi Anggota Penuh FATF, Presiden Jokowi Apresiasi Kinerja Lembaga Terkait

Untuk memastikan keberlanjutan, Bupati Annisa Suci Ramadhani juga menyerahkan satu set mesin pembuat pakan ayam yang dikelola oleh kelompok Rumah Pakan Sipangkur Mandiri, sehingga ketersediaan pakan lebih terjangkau dan terjamin.

Sore itu, Sandika keluar dari kandang dengan telur pertama di genggaman tangan. Di balik paranet yang meneduhkan dan atap seng yang memantulkan cahaya senja, ketelatenan seorang warga bertemu dengan kejelian seorang pemimpin. Dari pertemuan itulah, harapan kecil lahir sebagai proses yang nyata dan terus bertumbuh. (*/001)